Minggu, 14 April 2013

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) TPS Matematika


BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Agar dapat menghadapi tantangan tersebut diperlukan sumber daya manusia yang memiliki pemikiran logis, kreatif, inovatif, dan kemampuan kerjasama yang efektif.
Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam pendidikan, hal ini terlihat dari waktu jam pelajaran sekolah lebih banyak dibandingkan pelajaran lain. Pelajaran matematika dalam pelaksanaan pendidikan diberikan kepada semua jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Dalam pembelajaran matematika keaktifan dan kreativitas peserta didik sangat dibutuhkan untuk meningkatkan pemahaman konsep matematika. Oleh karena itu, sudah seharusnya yang menjadi aktor utama dalam proses pembelajaran adalah peserta didik dan guru hanyalah aktor pendukung. Namun,  proses pembelajaran masih sering terlihat proses pembelajaran masih didominasi oleh guru,  guru dipandang sebagai pusat segala sesuatu. Sementara peserta didik sering dianggap sebagai kertas putih kosong yang harus diisi oleh guru. Peserta didik dianggap juga sebagai gelas kosong yang harus diisi oleh guru dengan air pengetahuan. Hal ini mengakibatkan susasana belajar menjadi membosankan dan tidak dapat mengembangkan potensi peserta didik secara lengkap.
Proses pembelajaran seperti ini telah mereduksi potensi peserta didik, dan menjauhkan bahkan meniadakan pengalaman belajar peserta didik yang seharusnya diperoleh di kelas. Konsekuensi logisnya, hasil belajar peserta didik tidak sesuai harapan atau peserta didik tidak dapat mencapai kompetensi yang diharapkan dari suatu proses pembelajaran.
Padahal yang seharusnya menjadi pusat dalam pembelajaran adalah peserta didik. Peserta didiklah yang harus aktif belajar, yang harus mengkaji atau mengolah bahan dan yang harus memecahkan masalah. Dalam konteks ini, tugas guru lebih pada merangsang peserta didik belajar, mendukung, memberi motivasi agar terus belajar, memantau dan mengevaluasi apa yang ditemukan peserta didik. Tekanan pada mengaktifkan peserta didik, dan bukan gurunya sendiri yang aktif, atau jadi aktor tunggal. Maka guru tidak akan  senang bila semua peserta didik diam saja, tunduk, atau tidak kreatif. 
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman  penulis dalam mengajar matematika selama ini, ada masalah yang nyata, jelas dan mendesak  untuk segera diatasi. Masalah tersebut bermula dari kurangnya kesesuaian metode yang diterapkan dengan materi yang akan dipelajari, pengetahuan awal peserta didik yang kurang, tidak ada kerja sama yang bagus antar guru dengan peserta didik begitupun antar peserta didik yang satu dengan yang lainnya, kurang mampu merumuskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, kurang bisa menghubungkan secara fungsional unsur-unsur yang diketahui untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi dalam pembelajaran.
Gejala-gejala yang tampak pada saat proses belajar antara lain: kemampuan menganalisa dan menyelesaikan soal rendah, peserta didik kurang terampil berpikir dan cenderung suka mencontoh, peserta didik belum mampu berfikir kritis dan sistematis. Akibatnya jika diberikan soal-soal yang agak berbeda sedikit dengan contoh yang diberikan, mereka tidak mampu menyelesaikannya. Hal ini disebabkan peserta didik belajar hanya dengan mengingat fakta, dan kurang memahami konsep yang dipelajari.
Oleh karena itu, guru-guru secara kolaboratif mencoba mencari cara dan menemukan model pembelajaran yang tepat agar penyebab masalah yang teridentifikasi di atas dapat segera diatasi. Selanjutnya melalui sebuah diskusi dengan teman sejawat, penulis mencoba mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: bahwa mungkin rendahnya hasil belajar matematika disebabkan karena (1) pendekatan pembelajaran yang diberikan kurang sesuai, (2) metode mengajarnya kurang bervariasi, (3) keterampilan berpikir peserta didik kurang maksimal (4) tidak ada rasa tanggung jawab antar peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lain, dan dukungan belajar dari orang tua dan masyarakat rendah.
Mengingat masalah di atas jika tidak diselesaikan akan berakibat munculnya masalah-masalah yang baru seperti peserta didik akan semakin kesulitan menerima materi pada kelas berikutnya, peluang tidak lulus setelah ujian dan peserta didik semakin kurang memaknai dan menyenangi pelajaran matematika, maka sejalan dengan langkah-langkah pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan baik berupa Dana Bantuan Langsung (DBL) yang disalurkan melalui MGMP Program MERMUTU (Better Education through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading) maupun usaha peningkatan kualitas guru melalui pelatihan dan pendidikan bagi guru, penulis berusaha mencari ide atau gagasan tentang bagaimana cara yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar matematika yang diperoleh peserta didik.

B.       Perumusan Masalah
1.    Identifikasi Masalah
a.    Peserta didik pasif dalam proses belajar mengajar berlangsung
b.    Hasil belajar peserta didik rendah
c.    Meniadakan pengalaman peserta didik dalam  kehidupan nyata
d.   Tidak ada kolaborasi antara guru dan peserta didik, begitupun antara peserta didik yang satu dengan peserta didik lainnya.
e.    Peserta didik tidak dapat mengembangkan potensinya
f.     Peserta didik tidak saling berbagi pengalaman dan pengetahuan
2.    Alternatif Pemecahan Masalah
Alternatif pemecahan masalah yang akan digunakan dalam penelitian tindakan  kelas (PTK) ini adalah model pembelajaran kooperatif type TPS (Think Pair and Share). Melalui model pembelajaran ini diharapkan hasil belajar matematika peserta didik dapat meningkat. Implementasi/penerapan model pembelajaran tersebut akan diteliti secara kolaboratif melalui Penilitian Tindakan Kelas. Kolaboratif di lakukan oleh peneliti dengan dibantu oleh guru  mata pelajaran matematika yang lain.
3.    Rumusan Masalah
a.       Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah, “Bagaimana upaya meningkatkan hasil belajar matematika melalui model  pembelajaran Cooperative Learning type TPS (Think Pair and Share) Peserta Didik Kelas VIIA  SMP Negeri 2 Biringbulu  Kab. Gowa Tahun  Pelajaran  2011-2012?
b.      Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar matematika peserta didik kelas VIIA SMP Negeri 2 Biringbulu Kab. Gowa tahun pelajaran 2011-2012?

C.      Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika melalui model pembelajaran kooperatif type TPS (Think Pair and Share) Peserta Didik Kelas VIIA SMP Negeri 2 Biringbulu Kabupaten Gowa Tahun Pelajaran 2011-2012?


D.      Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :
1.    Hasil belajar peserta didik kelas VIIA SMP Negeri 2 Biringbulu Kab. Gowa dalam mata pelajaran matem atika meningkat.
2.    Merupakan upaya guru dalam menunjang program pemerintah pusat dalam meningkatkan kemampuan belajar dan hasil belajar peserta didik, khususnya dalam mata pelajaran matematika.
3.    Diharapkan akan mengurangi adanya peserta didik SMP Negeri 2 Biringbulu Kab. Gowa yang belum tuntas dalam materi bangun datar yang disebabkan oleh rendahnya nilai matematika.
4.    Adanya inovasi model pembelajaran matematika dari dan oleh guru yang menitikberatkan pada penerapan model pembelajaran kooperatif type TPS (Think Pair and Share).
5.    Bahan informasi bagi guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif type TPS (Think Pair and Share).
6.    Bahan rujukan bagi peneliti lain yang ingin mengkaji lebih jauh model pembelajaran kooperatif  type TPS (Think Pair and Share).
7.    Sebagai latihan untuk menyatukan buah pikiran secara sistematis dalam bentuk karya tulis ilmiah



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.      Karakteristik Matematika
Menurut Soedjadi (1994:1), meskipun terdapat berbagai pendapat tentang matematika yang tampak berlainan antara satu sama lain, namun tetap dapat ditarik ciri-ciri atau karekteristik yang sama, antara lain: (a) memiliki objek kajian abstrak, (b) bertumpu pada kesepakatan, (c) berpola pikir deduktif, (d) memiliki symbol yang kosong dari arti, (e) memperhatikan semesta pembicaraan, (f) konsisten dalam sistemnya.
Matematika sebagai suatu ilmu memiliki objek dasar yang berupa fakta, konsep, operasi, dan prinsip. Dari objek dasar itu berkembang menjadi objek-objek lain, misalnya: pola-pola, struktur-struktur dalam matematika yang ada dewasa ini. Pola pikir yang digunakan dalam matematika adalah pola pikir deduktif, bahkan suatu struktur yang lengkap adalah deduktif aksiomatik.
Matematika sekolah adalah bagian dari matematika yang dipilih, antara lain dengan pertimbangan atau berorientasi pada kependidikan. Dengan demikian, pembelajaran matematika perlu diusahakan sesuai dengan kemampuan kognitif peserta didik, mengkongkritkan objek matematika yang abstrak sehingga mudah difahami peserta didik. Selain itu sajian matematika sekolah tidak harus menggunakan pola pikir deduktif semata, tetapi dapat juga digunakan pola pikir induktif, artinya pembelajarannya dapat menggunakan pendekatan induktif. Ini tidak berarti bahwa kemampuan berfikir deduktif dan memahami objek abstrak boleh ditiadakan begitu saja.

B.       Pembelajaran Matematika
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik (Mulyasa, 2002:100). Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan tingkah laku.
Pembelajaran matematika menurut Russeffendi (1993:109) adalah suatu kegiatan belajar mengajar yang sengaja dilakukan untuk memperoleh pengetahuan dengan memanipulasi simbol-simbol dalam matematika sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku.
Dalam kurikulum 2004 disebutkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu pembelajaran yang bertujuan:
  1. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi
  2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba
  3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
  4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan

C.      Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Ibrahim, dkk (Taniredja, 2010:57) semua model pembelajaran ditandai adanya struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan (reward). Pengertian struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan, masing-masing diuraikan sebagai berikut:
a.    Struktur Tugas
Struktur tugas mengacu kepada dua hal, yaitu pada cara pembel­ajaran itu diorganisasikan dan jenis kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik di dalam kelas. Hal ini berlaku pada pengajaran klasikal maupun pengajaran dengan kelompok kecil. Peserta didik diharapkan melakukan kegiatan selama pengajaran itu, baik tuntutan akademik dan sosial terhadap peserta didik pada saat mereka bekerja menyelesaikan tugas-tugas belajar yang diberikan kepada mereka. Struktur tugas berbeda sesuai dengan berbagai macam kegiatan yang terlibat di dalam pendekatan pengajaran tertentu. Sebagai misal,  beberapa  pelajaran   menghendaki   peserta didik  duduk  pasif  sambil menerima informasi dari ceramah guru; pelajaran lain menghendaki peserta didik mengerjakan LKS, dan pelajaran lain lagi menghendaki diskusi dan berdebat.

b.    Struktur Tujuan
Struktur tujuan suatu pelajaran adalah jumlah saling ketergan-tungan yang dibutuhkan peserta didik pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Terdapat tiga macam struktur tujuan yang telah berhasil diidentifikasi, yaitu:
1)        Struktur Tujuan Individualistik
Struktur tujuan disebut individualistik jika pencapaian tujuan itu tidak memerlukan interaksi dengan orang lain dan tidak bergantung pada baik-buruknya pencapaian orang lain. Peserta didik yakin upaya mereka sendiri untuk mencapai tujuan tidak ada hubungannya dengan upaya peserta didik lain dalam mencapai tujuan tersebut.
2)        Struktur Tujuan Kompetitif
Struktur tujuan kompetitif terjadi bila seorang peserta didik dapat mencapai suatu tujuan jika dan hanya jika peserta didik lain tidak mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian setiap usaha yang dilakukan oleh suatu individu untuk mencapai tujuan merupakan saingan bagi individu lainnya. Pembelajaran kompetitif ini dapat diilustrasikan dengan dua orang yang sedang lomba tarik tambang. Keberhasilan seorang penarik tambang berarti kegagalan bagi penarik tambang lainnya.
3)        Struktur Tujuan Kooperatif
Struktur tujuan kooperatif terjadi jika peserta didik dapat mencapai tujuan mereka hanya jika peserta didik lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan tersebut. Tiap-tiap individu ikut andil menyumbang pencapaian tujuan itu. Peserta didik yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika peserta didik lainnya juga mencapai tujuan tersebut. Pola pencapaian tujuan dalam pembelajaran kooperatif ini dapat digambarkan seperti dua orang yang memikul balok. Balok akan dapat dipikul bersama-sama jika dan hanya jika kedua orang tersebut berhasil memikulnya. Kegagalan salah satu saja dari kedua orang itu berarti kegagalan keduanya. Demikian pula halnya dengan tujuan yang akan dicapai oleh kelompok peserta didik tertentu. Tujuan kelompok akan tercapai apabila semua anggota kelompok mencapai tujuannya secara bersama-sama.
c.     Struktur Penghargaan
Struktur penghargaan untuk berbagai macam model pembelajaran juga bervariasi. Ketiga macam struktur penghargaan individualistik, kompetitif, dan kooperatif dapat diuraikan sebagai berikut:
1)        Struktur Penghargaan Individualistik
Struktur penghargaan individualistik terjadi bila suatu penghargaan itu bisa dicapai oleh peserta didik manapun tidak bergantung pada pencapaian individu lain. Kepuasan berhasil mengangkat barbel 100 kg adalah salah satu contoh struktur penghargaan individualistik ini.
2)        Struktur Penghargaan Kompetitif
Struktur penghargaan kompetitif terjadi bila penghargaan itu diperoleh sebagai upaya individu melalui persaingannya dengan orang lain. Pemberian nilai berdasar ranking dalam kelas merupakan contoh struktur penghargaan itu. Begitu pula halnya dengan penentuan pemenang pada berbagai lomba lain yang bersifat perorangan, misalnya olah raga tinju, karate, balap sepeda, renang, dan sebagainya.
3)        Struktur Penghargaan Kooperatif
Struktur penghargaan kooperatif terjadi bila penghargaan itu diperoleh sebagai upaya, individu membantu individu lain dalam memperoleh penghargaan. Sebagai contoh pada pertandingan olah raga beregu seperti sepak bola. Keberhasilan regu tidaklah akibat dari satu atau dua orang pemain, melainkan karena keberhasilan bersama anggota regu tersebut.
d.    Unsur-Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Ibarihim, dkk  (Taniredja, 2010:60) mengemukakan bahwa terdapat tujuh unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
1)                 Peserta didik dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa  mereka "sehidup sepenanggungan bersama"
2)        Peserta didik bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri.
3)        Peserta didik haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
4)        Peserta didik haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
5)        Peserta didik akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompoknya.
6)        Peserta didik     berbagi     kepemimpinan     dan     mereka     membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajar.
7)        Peserta didik akan diminta mempertanggung jawabkan  secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
e.       Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Ibrahim,  dkk   (Taniredja 2010:60)  mengemukakan   bahwa  pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1)                 Peserta didik   bekerja   dalam   kelompoknya   secara   kooperatif   untuk menuntaskan materi belajarnya.
2)        Kelompok dibentuk dari peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
3)        Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda.
4)        Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.
f.       Tujuan Pembelajaran dan Hasil Belajar Kooperatif
Menurut Ibrahim, dkk  (Taniredja 2010:60) terdapat tiga tujuan penting pembelajaran kooperatif, yaitu:
1)        Hasil Belajar Akademik
Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial, pembelajaran kooperatif juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja peserta didik dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu peserta didik memahami konsep-konsep yang sulit.
2)        Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu
Efek penting yang kedua dari pembelajaran kooperatif ialah penerima­an yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, klas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Pembelajaran koope­ratif memberi peluang kepada peserta didik yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargtfan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.
3)        Pengembangan Keterampilan Sosial
Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengajarkan kepada peserta didik keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat dimana banyak pekerjaan orang dewasa yang sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain, dan dimana masyarakat secara budaya semakin beragam.
g.      Sintaks Pembelajaran Kooperatif
Terdapat enam langkah utama di dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:
1)         Menyampaikan Tujuan dan Memotivasi Peserta didik
Pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi peserta didik untuk belajar.
2)         Menyajikan Informasi
Guru menyajikan informasi kepada peserta didik dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
3)        Mengorganisasi Peserta didik ke Dalam Kelompok-kelompok Belajar dan guru menjelaskan kepada peserta didik bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
4)     Membimbing Kelompok Bekerja dan Belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.
5)     Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil belajarnya.
1)        Memberikan Penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
h.      Lingkungan Belajar dan Sistem Manajemen
Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif peserta didik dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Guru menerapkan suatu struktur tingkat tinggi dalam pembentukan kelompok dan mendefinisikan semua prosedur, namun peserta didik diberi kebebasan dalam mengendalikan dari waktu ke waktu di dalam kelompoknya. Jika pembelajaran koope­ratif ingin sukses, maka materi pembelajaran harus tersedia di ruangan guru atau di perpustakaan atau di pusat media. Keberhasilan juga menghendaki syarat menjauhkan kesalahan, yaitu secara ketat mengelola tingkah laku peserta didik dalam kerja kelompok.
Pada model pembelajaran kooperatif (cooperative learning), untuk mencapai hasil yang maksimal, maka harus diterapkan lima unsur model pembelajaran  kooperatif,  yaitu:
a.   Saling ketergantungan (interdependensi) yang bersifat positif.
b.  Tanggung jawab perseorangan tetap harus ditonjolkan.
c.   Adanya tatap muka efektif.
d.   Komunikasi antar anggota kelompok.
e.   Evaluasi proses dilakukan pada setiap kelompok.

D.      Pembelajaran Kooperatif Type TPS (Think-Pair-Share)
Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think-Pair-Share) tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif dan mula-mula dikembangkan oleh Frank Lyman dkk dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Model ini merupakan cara efektif untuk mengubah pola diskursus di dalam kelas. Model ini menantang asumsi bahwa seluru resitasi dan diskusi perlu dilakukan di dalam seting seluruh kelompok (Ibrahim dkk, 2000: 26).
Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi peserta didik waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain. Langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think-Pair-Share) adalah sebagai berikut (Ibrahim dkk, 2000 : 27)
Tahap-1 : Thinking (berfikir). Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian peserta didik diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
Tahap-2 : Pairing (berpasangan). Guru meminta peserta didik berpasangan dengan peserta didik yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusu telah diidentifikasi. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
Tahap-3 :  Sharing (berbagi). Pada tahap ini, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.


BAB III
METODE PENELITIAN

A.      Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus yaitu siklus I dan siklus II. Setiap siklus terdiri atas tahap perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observasi) dan evaluasi (evaluation), dan refleksi (reflecting) tindakan pada setiap akhir siklus untuk tindakan perbaikan.

B.       Lokasi Dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 2 Biringbulu Kabupaten Gowa, subjek penelitian adalah peserta didik kelas VIIA dengan jumlah peserta didik 21 orang yang terdiri dari 11 orang laki-laki dan 10 orang perempuan. Untuk kegiatan PTK ini dipilih kelas VIIA. Pemilihan pada kelas VIIA, disebabkan karena peneliti adalah guru yang mengajar di kelas VIIA.

C.      Faktor yang Diselidiki
1.         Faktor proses, yaitu keterlaksanaan pembelajaran matematika dan aktifitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
2.         Faktor hasil, yaitu hasil belajar matematika peserta didik setiap akhir siklus setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share).
D.          Instrumen Penelitian
Instrumen yang  digunakan pada penelitian ini adalah:
1.      Tes
Menggunakan butir soal/instrumen soal untuk mengukur hasil belajar peserta didik setiap akhir siklus.
2.      Observasi
Menggunakan lembar observasi untuk mengukur tingkat partisipasi atau keaktifan  peserta didik dalam proses belajar mengajar matematika.

E.           Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester II (Genap) Tahun Pelajaran 2011-2012 yang dibagi dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri atas tahap perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observasi) dan evaluasi (evaluation), refleksi (reflecting), dan revisi tindakan pada setiap akhir siklus untuk tindakan perbaikan.
Siklus I
1.      Perencanaan (Planning)
a.        Melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang akan disampaikan kepada peserta didik
b.        Membuat rencana pembelajaran kooperatif type TPS (Think Pair and Share)
c.        Menyiapkan lembar kerja peserta didik (LKS)
d.       Membuat lembar observasi yang akan digunakan dalam siklus penelitian tindakan kelas (PTK).
e.        Menyiapkan instrumen tes
2.       Pelaksanaan Tindakan
a.         Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai.
b.        Peserta didik diminta untuk berpikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru.
c.         Peserta didik diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.
d.        Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya.
e.         Berawal dari kegiatan tersebut, Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para peserta didik.
f.         Guru memberi kesimpulan.
g.        Memberikan penghargaan
h.        Penutup.
3.     Pengamatan (Observasi)
a.  Situasi kegiatan belajar mengajar
b.  Keaktifan peserta didik.

4.     Evaluasi
Untuk mengukur hasil belajar peserta didik, maka diberikan evaluasi dengan menggunakan instrument tes.
5 .    Refleksi Tindakan
Pada tahap refleksi, data yang diperoleh dari hasil evaluasi kemudian dianalisis. Hasil analisis digunakan untuk merefleksi pelaksanaan tindakan pada siklus tersebut, dan digunakan untuk merencanakan tindakan pada siklus berikutnya.
Siklus II
Seperti halnya pada siklus I, siklus II juga terdiri dari tahap perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observasi) dan evaluasi (evaluation), dan refleksi (reflecting) yang merupakan hasil refleksi/perbaikan dari siklus I.
1.        Perencanaan (Planning)
Membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleksi pada siklus I
2.        Pelaksanaan Tindakan
Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share) berdasarkan hasil refleksi pada siklus I.
3.        Pengamatan (Observasi)
Peneliti dan kolaborator melakukan pengamatan terhadap situasi kegiatan belajar mengajar, keaktifan peserta didik, kemampuan peserta didik dalam diskusi, dan hal-hal penting yang seharusnya diamati pada siklus I tapi belum teramati.
4.     Evaluasi
Untuk mengukur hasil belajar peserta didik, maka diberikan evaluasi dengan menggunakan instrument tes berdasarkan hasil refleksi pada    siklus I.
5 .    Refleksi Tindakan
Melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus II dan menganalisis untuk membuat kesimpulan atas pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share) dalam peningkatan hasil belajar matematika.

F.       Tehnik Pengumpulan Data
1.         Data tentang hasil belajar peserta didik akan dikumpulkan melalui butir-butir soal.
2.         Data tentang partisipasi atau keaktifan peserta didik dalam proses belajar mengajar dikumpulkan melalui lembar observasi.

G.      Tehnik  Analisis Data
Data yang terkumpul pada setiap siklus penelitian ini dianalisis secara deskriptif dengan perhitungan persentase. Teknik ini digunakan untuk memperoleh gambaran umum mengenai hasil belajar peserta didik, yang akan dikategorikan ke dalam klasifikasi tinggi, sedang dan rendah.
H.      Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah "Peningkatan hasil belajar matematika melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share)". Dengan berdasar pada skor rata-rata hasil belajar menurut ketentuan Depdiknas peserta didik dikatakan tuntas belajar apabila memperoleh skor minimal 65 % dari skor ideal, dan tuntas secara klasikal apabila    85 % dari jumlah peserta didik telah tuntas belajar.














BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A.      Deskripsi Hasil Tindakan
              I.     Siklus Pertama
Siklus I terdiri atas tahap perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observasi) dan evaluasi (evaluation), refleksi (reflecting).
1.    Perencanaan (Planning)
a.    Melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang akan disampaikan kepada peserta didik
b.    Membuat rencana pembelajaran cooperative learning type TPS (Think Pair and Share)
c.    Menyiapkan lembar kerja peserta didik (LKS)
d.   Membuat lembar observasi yang digunakan dalam siklus penelitian tindakan kelas (PTK).
e.    Menyiapkan instrumen tes
2.    Pelaksanaan Tindakan
Siklus I dilaksanakan selama 4 (empat) kali pertemuan untuk proses pembelajaran, dan 1 (satu) kali untuk pelaksanaan tes siklus I dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share) Pada awal pertemuan guru membentuk kelompok. Kelompok dibentuk dari kemampuan peserta didik yang heterogen, jenis kelamin yang berbeda. Guru memotivasi peserta didik, menyampaikan tujuan pembelajaran sekaligus menyajikan informasi (materi) melalui bahan bacaan. Setelah bahan bacaan dibagi pada masing-masing kelompok, kemudian dilanjutkan dengan guru mendemonstrasikan pelajaran, membagi soal kepada masing-masing kelompok untuk didiskusikan.
Pada proses berlangsungnya diskusi, guru betul-betul memantau setiap kelompok, membimbing, mengarahkan dan menjelaskan materi yang belum dimengerti/dipahami, dalam hal ini guru menekankan pentingnya kerjasama dan kekompakan karena penilaian lebih menekankan kepada kelompok bukan pada individu, kegagalan salah satunya akan berdampak pada kelompoknya.
Untuk mengevaluasi hasil kerja masing-masing kelompok guru memberikan beberapa pertanyaan dan menunjuk salah satu anggota untuk mewakili kelompoknya mempresentasikan hasil diskusi dan kelompok yang lain memberikan tanggapan umpan balik terhadap jawaban peserta didik.
Memberikan penghargaan pada akhir pertemuan atas hasil kerja peserta didik baik individu maupun kelompok, peserta didik diberi kuis dan PR (pekerjaan rumah) secara individu yang hasilnya akan digabungkan ke dalam penilaian secara kelompok berdasarkan skor perkembangan yang diperoleh peserta didik tiap akhir pertemuan, untuk menentukan penghargaan tim.


3.    Observasi dan Evaluasi
Di awal pertemuan siklus I, proses pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair And Share) peserta didik belum bisa mengikuti model pembelajaran ini dengan baik, hal ini disebabkan peserta didik belum terbiasa dengan model pembelajaran ini.
Persentase rata-rata aktivitas peserta didik selama pelaksanaan siklus I, yaitu: (1) peserta didik yang bertanya materi yang belum dimengerti sebesar 12,49%, (2) kehadiran peserta didik 98,93%, (3) persentase peserta didik yang mengajukan diri untuk menjawab pertanyaan 24,16%, (4) jumlah peserta didik yang mengerjakan PR (Pekerjaan Rumah) 69,16 %, (5) jumlah persentase peserta didik yang memberikan tanggapan sebesar 6,66%, (6) jumlah peserta didik yang menjawab soal dengan benar 72,61%, (7) kelompok yang mengerjakan LKS dengan benar 79,54%, (8) peserta didik yang mempresentasikan hasil diskusi 35,71%.
Pada lembar observasi dicatat pula persentase dari kegiatan peserta didik yang melakukan aktivitas lain selama berlangsungnya proses pembelajaran, yaitu: (1) peserta didik yang menganggu teman sebesar 5,92%, (2) persentase peserta didik yang keluar masuk 0%, (3) persentase peserta didik yang ribut sebesar 4,76%.
Hasil analisis untuk tes siklus I dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika peserta didik kelas VIIA SMP Negeri 2 Biringbulu Kabupaten Gowa setelah dilakukan tindakan pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share) dengan rata-rata 65,48 dari 21 peserta didik. Nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 40, terdapat 9 peserta didik termasuk dalam kategori belum tuntas dan 12 termasuk dalam kategori tuntas, berarti terdapat 9 orang yang perlu perbaikan karena belum mencapai kriteria ketuntasan belajar dan ketuntasan secara klasikal belum mencapai 85%.
4.      Refleksi
Pada awal pertemuan 1 dan 2 sebagian peserta didik belum dapat mengikuti model pembelajaran ini dengan baik, hal ini disebabkan peserta didik belum terbiasa dan masih perlu adaptasi. Dari hasil pengamatan sering terjadi keributan terutama di dalam pembagian kelompok. Proses berlangsungnya diskusi kelompok, sering terjadi keributan anggota kelompok masuk kedalam kelompok yang lain, sering menganggu kelompok lain sedangkan proses jalannya diskusi untuk menyelesaikan masalah yang diberikan umumnya belum bisa melakukan diskusi, hanya peserta didik yang mempunyai kemampuan tinggi yang berperan aktif, sedangkan yang lainnya hanya mengharapkan atau menunggu, ini disebabkan karena belum ada kekompakan dan kerja sama belum terjalin.
Sifat keegoisan dan persaingan individu masih terlihat di dalam diskusi peserta didik yang pintar tidak mau berbagi pengetahuan dan cenderung bekerja sendiri-sendiri. Banyak peserta didik tidak aktif dalam diskusi kelompok, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk berdiskusi menjadi lama. Namun setelah berkali-kali di ingatkan bekerjasama seperti yang diinginkan dalam pembelajaran kooperatif, peserta didik mulai mengerti tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Peserta didik yang pintar dan egois sudah bisa berbagi pengalaman, membimbing dan membantu peserta didik yang kurang bisa di dalam diskusi kelompok, sedangkan peserta didik yang tadinya pasif sudah bisa berperan aktif dalam diskusi apabila tidak bisa berperan aktif dalam diskusi karena penilaian berorientasi pada keberhasilan kelompok bukan pada individu sehingga kegagalan salah satunya akan berdampak pada keberhasilan kelompok.
Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair And Share) ada beberapa hal yang mengalami peningkatan secara signifikan terutama keberanian peserta didik untuk tampil menjadi yang terbaik, ini terlihat antusias peserta didik mengerjakan tugas, baik yang diselesaikan secara kelompok maupun secara individu, banyaknya peserta didik yang mengajukan diri untuk mengerjakan soal di papan tulis.
                II.     Siklus Kedua
Tahap-tahap tindakan pada siklus II sama pada siklus I yaitu terdiri atas tahap perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observasi) dan evaluasi (evaluation), refleksi (reflecting) dan merupakan refleksi dari siklus I
1.    Perencanaan (Planning)
a.    Melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang akan disampaikan kepada peserta didik berdasarkan hasil refleksi pada siklus I.
b.    Membuat rencana pembelajaran cooperative learning type TPS (Think Pair and Share)
c.    Menyiapkan lembar kerja peserta didik (LKS)
d.   Membuat lembar observasi yang digunakan dalam siklus penelitian tindakan kelas (PTK).
e.    Menyiapkan instrumen tes
2.    Pelaksanaan Tindakan.
    Aktivitas yang dilakukan pada siklus II merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan siklus I. Pelaksanaan siklus II dilaksanakan sebagai perbaikan dari siklus sebelumnya dengan melakukan tindakan-tindakan yang didasari oleh hasil observasi/evaluasi dan refleksi. Pelaksanaan siklus II berlangsung 3 kali pertemuan,  2 kali pertemuan sebagai proses pembelajaran, 1 kali pertemuan untuk pelaksanaan tes siklus II. Adapun perbaikan dari pelaksanaan siklus II yaitu:
a.    Peserta didik belum terbiasa berdiskusi
Solusi perbaikannya yaitu terselesaikan dengan sendirinya dari pertemuan ke pertemuan berikutnya.
b.    Jalannya diskusi didominasi oleh peserta didik yang berkemampuan tinggi.
Solusi perbaikannya menekankan kepada peserta didik bahwa penilaian berorientasi pada kelompok bukan individu.
c.    Ada beberapa peserta didik yang memanfaatkan diskusi untuk menyelesaikan soal yang diberikan.
Solusi perbaikannya yaitu memberikan tes disetiap akhir pembelajaran sehingga peserta didik harus betul-betul paham dan mengerti materi.
d.   Peserta didik ribut
Solusi perbaikannya memberikan sanksi berupa pengurangan nilai.
e.    Kekompakan dan kerja sama belum terjalin.
Solusi perbaikannya yaitu memberikan penghargaan terhadap kelompok yang mempunyai kinerja yang bagus.
3.    Observasi dan Evaluasi.
Pada siklus II terlihat peserta didik mulai bisa beradaptasi. Kerjasama sudah mulai terorganisasi dengan baik, peserta didik termotivasi untuk belajar. Persentase rata-rata aktivitas peserta didik selama pelaksanaan siklus II, yaitu: (1) peserta didik yang bertanya materi yang belum dimengerti sebesar 33,33%, (2) kehadiran peserta didik 100%, (3) persentase peserta didik yang mengajukan diri untuk menjawab pertanyaan 52,38%, (4) jumlah peserta didik yang mengerjakan PR (Pekerjaan Rumah) 100 %, (5) jumlah persentase peserta didik yang memberikan tanggapan sebesar 73,80%, (6) jumlah peserta didik yang menjawab soal dengan benar 100%, (7) kelompok yang mengerjakan LKS dengan benar 95,45%, (8) peserta didik yang mempresentasikan hasil diskusi 52,38%.
Peserta didik yang melakukan kegiatan lain pada proses pembelajaran seperti menganggu teman sebesar 0%, persentase peserta didik yang keluar masuk 0%, persentase peserta didik yang ribut sebesar 0%.
Skor rata-rata hasil belajar matematika sebesar 78,09%, hal ini berarti ketuntasan belajar secara klasikal sudah tercapai. Jumlah peserta didik yang tuntas belajar 11 orang dari 21 0rang atau 57,15% tuntas dan 42,85 belum tuntas. (1) peserta didik yang hadir pada proses pembelajaran 100%, (2) peserta didik yang bertanya materi yang belum dimengerti 14,99%,  (3) peserta didik yang  mengajukan diri mengerjakan soal di papan tulis 41,66%, (4) semangat dan keberanian peserta didik mengerjakan soal di papan tulis dengan benar 16,66%, (5) peserta didik yang memberikan tanggapan jawaban dari peserta didik lain 23,33%, (6) peserta didik yang mengerjakan PR 100 %.
Hasil analisis untuk tes siklus II dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika peserta didik kelas VIIA SMP Negeri 2 Biringbulu Kabupaten Gowa setelah dilakukan penerapan pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share) dengan rata-rata 78,09 dari 21 peserta didik. Nilai tertinggi 95 dan nilai terendah 50, terdapat 1 peserta didik termasuk dalam kategori belum tuntas dan 20 termasuk dalam kategori tuntas, jadi 95,24% peserta didik  tuntas belajar. Berarti ketuntasan secara klasikal telah tercapai, yaitu minimal 85% peserta didik telah tuntas belajar.
4.    Refleksi.
Siklus II berlangsung sebanyak 3 kali, termasuk pelaksanaan tes siklus. Pada siklus II peserta didik sudah bisa melaksanakan proses pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share). Kerjasama mulai terorganisasi dengan baik sehingga kegiatan diskusi kelompok terlihat kompak dan berlangsung tertib peserta didik langsung duduk bergabung ke dalam kelompok sehingga suasana yang biasanya ribut dan menyita banyak waktu mulai berkurang.
Proses jalanya diskusi yang sebelumnya didominasi oleh peserta didik yang berkemampuan tinggi dan egois tidak lagi bekerja sendiri-sendiri mereka sudah menyadari tentang perannya di dalam diskusi kelompok, begitu pula peserta didik yang selama pelaksanaan siklus I hanya pasif dan sifatnya menunggu sudah mulai aktif.
Antusias selama pelaksanaan siklus II mengalami perubahan dari setiap pertemuan, keberanian peserta didik mengajukan diri untuk mengerjakan soal di papan tulis mengalami peningkatan. Hal ini tidak terlepas dari kesadaran dan tanggung jawab yang diberikan masing-masing peserta didik untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.
Hasil pengamatan ini, memberikan indikasi bahwa prinsip pembelajaran kooperatif seperti bekerjasama, saling ketergantungan yang positif dapat terpenuhi dan peserta didik lebih dahulu berdiskusi sesama teman untuk menyelesaikan suatu permasalahan sebelum menanyakan kepada guru. Dalam pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share), masing-masing kelompok mendiskusikan permasalahan-permasalahan untuk satu topik tertentu, dan setelah tercapai tujuan, salah seorang peserta didik tersebut mempersentasekan hasil kerja kelompoknya di papan tulis. Hal ini sesuai dengan pandangan teori elaborasi, bahwa salah satu cara elaborasi yang paling efektif adalah menjelaskan materi pada orang lain.
Walaupun demikian masih ada kendala yang ditemukan, yaitu (1) ada beberapa peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung baik siklus I maupun siklus II yang tergolong peserta didik berkesulitan belajar, (2) ada juga peserta didik memanfaatkan diskusi kelompok untuk mendapatkan jawaban, sehingga peserta didik tersebut hanya mengejar untuk dapat menyelesaikan tugas tanpa memahami apa yang dikerjakan. Secara umum dapat disimpulkan adanya perubahan yang terjadi pada diri peserta didik, baik dari segi keaktifan, keterampilan sosial, dan juga peningkatan hasil belajar.
B.       Pembahasan
Dari hasil pengamatan yang dilakukan baik selama pelaksanaan siklus I dan siklus II proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share) memberikan banyak perubahan yang terjadi dari peserta didik. Sebelum diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share), peserta didik sering dijadikan objek pembelajaran hanya duduk mendengarkan ceramah dari guru, tanpa berusaha mencari dan memahami sendiri pelajaran, dan ketika diberikan suatu masalah mereka tidak mampu memecahkan masalah itu.
Selama pelaksanaan kegiatan proses pembelajaran terlihat tumbuhnya motivasi diri dari peserta didik untuk mengikuti mata pelajaran, hal ini disebabkan adanya penghargaan yang diberikan bagi setiap kelompok yang paling bagus, baik dari segi kekompakan dan adanya perlakuan yang sama terutama di dalam penilaian karena penilaian lebih berorientasi pada kelompok bukan individu, serta pemberian kuis yang membuat peserta didik berlomba-lomba untuk tampil di papan tulis.
Di awal-awal pertemuan banyak kendala-kendala yang dihadapi sampai diakhir pelaksanaan proses pembelajaran siklus I. Maka perbaikan-perbaikan segera dilakukan untuk membenahi pada siklus berikutnya dengan mengacu pada refleksi siklus I. Pada siklus II kendala-kendala yang dihadapi di siklus I sudah bisa teratasi, tidak ada lagi peserta didik yang ribut, mengganggu teman, bingung mencari dimana kelompoknya. Peserta didik yang tadinya pasif sudah mulai aktif, peserta didik yang pintar sudah bisa menerima adanya perbedaan.
Berdasarkan hasil pelaksanaan pembelajaran selama dua siklus, dapat diungkapkan beberapa kelebihan dari pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair And Share). Kelebihan tersebut adalah (1) meningkatkan motivasi peserta didik untuk belajar, (2) meningkatkan kerjasama secara kooperatif antar peserta didik, (3) peserta didik mempunyai kesempatan lebih banyak untuk membangun pengetahuannya sendiri, (4) peserta didik dapat melakukan suatu kegiatan diantaranya, menjelaskan materi kepada teman-temannya dan merangkum materi yang telah dipelajarinya,      (5) meningkatkan penguatan sosial antar peserta didik dalam kelompok,                  (6) meningkatkan aktivitas peserta didik untuk belajar, (7) mengurangi kecenderungan guru untuk mendominasi kegiatan pembelajaran.
Hasil tes juga mengalami peningkatan sebelum dilaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share) dalam bentuk penelitian tindakan kelas, nilai rata-rata hasil ulangan matematika pada semester genap hanya mencapai 60 mengalami peningkatan pada siklus I menjadi 65 dan pada akhir tes siklus II menjadi 78. Selain terjadi peningkatan hasil belajar tercatat sejumlah perubahan-perubahan terutama dari segi motivasi dan perubahan sikap. Perubahan-perubahan yang dimaksud adalah (1) keaktifan peserta didik dalam proses belajar mengajar mengalami peningkatan terlihat dari peserta didik yang bertanya materi yang belum dimengerti sebesar 12,49% pada siklus I meningkat menjadi 14,99% pada siklus II, (2) kehadiran peserta didik pada siklus I 98,93% menjadi 100% pada siklus II, (3) persentase peserta didik yang mengajukan tangan untuk menjawab pertanyaan mengalami peningkatan dari 24,16% pada siklus I menjadi 41,66% pada siklus II, (4) jumlah peserta didik yang mengerjakan PR (Pekerjaan Rumah) pada siklus I 69,16 % menjadi 100% pada siklus II dan (5) jumlah persentase peserta didik yang memberikan tanggapan sebesar 6,66% pada siklus I meningkat menjadi 23,33% pada siklus II (6) jumlah peserta didik yang menjawab soal dengan benar meningkat dari 72,61% pada siklus I menjadi 100% pada siklus II (7) kelompok yang mengerjakan LKS dengan benar dari 79,54 pada siklus I menjadi 95,45 pada siklus II (8) peserta didik yang mempresentasikan hasil diskusi 35,71% pada siklus I menjadi 52,38% pada siklus II.
Peserta didik yang melakukan kegiatan lain pada proses pembelajaran mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari persentase aktivitas peserta didik yang menganggu teman sebesar 5,92% pada siklus I mengalami penurunan menjadi 0% pada siklus II, persentase peserta didik yang keluar masuk 0% pada siklus I dan sama 0% pada siklus II, persentase peserta didik yang ribut sebesar 4,76% pada siklus I menurun menjadi 0% pada siklus II.
Skor rata-rata hasil belajar matematika pada siklus I sebesar 65,48 mengalami peningkatan sebesar 12,61% menjadi 78,09 pada siklus II. Pada siklus I ketuntasan belajar secara klasikal belum tercapai, sedang pada siklus II ketuntasan belajar secara klasikal sudah tercapai dari 85% jumlah peserta didik yang telah tuntas belajar. Pada siklus I hanya 57,2%, sedang pada siklus II ketuntasan belajar secara klasikal mencapai 95,24%.














BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.      Kesimpulan
1.      Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share) dapat meningkatkan aktivitas peserta didik kelas VIIA SMP Negeri 2 Biringbulu Gowa dalam belajar matematika.
2.      Melalui model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share) dapat meningkatkan hasil belajar matematika peserta didik kelas VIIA SMP Negeri 2 Biringbulu Gowa.

B.   Saran
1.      Guru matematika harus dapat mengemas proses pembelajaran yang menyenangkan namun tetap menantang.
2.      Guru harus kreatif, inovatif dan selalu meningkatkan profesionalisnya.
3.      Salah satu inovasi proses pembelajaran dalam rangka mengoptimalkan hasil belajar matematika dan meningkatkan keterampilan peserta didik adalah dengan menerapkan model pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share) dalam pembelajaran.




DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu and Supriono, Widodo. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Erman, S. 2003. Asesmen Proses dan Hasil dalam Pembelajaran Matematika. Bandung: BPG Depdiknas.

Kunandar. 2010. Langkah-Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: PT. Rajawali Pers.

Mendiknas. 2008. Materi Pelatihan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas

Muslikah. 2010. Sukses Profesi Guru Dengan Penelitian Tondakan Kelas. Yogyakarta: Interprebook.

Mustaqim, Abdul Wahid. 1991. Psikologi Pendidikan : PT. Rieka Cipta

Riduan. 2010. Metode Dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.

Sudijuno, Anas. 2009. Pengantar Statistik Pemdidikan. Jakart: Rajawali Pers.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Syah, Muhibbin. 2006. Psikologi Belajar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Taniredja, Tukiran. dkk. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Alfabeta.