BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan merupakan
kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan
dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan
terbelakang. Agar dapat menghadapi tantangan tersebut diperlukan sumber daya
manusia yang memiliki pemikiran logis, kreatif, inovatif, dan kemampuan
kerjasama yang efektif.
Matematika merupakan
salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam
pendidikan, hal ini terlihat dari waktu jam pelajaran sekolah lebih banyak
dibandingkan pelajaran lain. Pelajaran matematika dalam pelaksanaan pendidikan
diberikan kepada semua jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai
perguruan tinggi.
Dalam pembelajaran matematika keaktifan dan
kreativitas peserta didik sangat dibutuhkan untuk meningkatkan pemahaman konsep
matematika. Oleh karena itu, sudah seharusnya yang menjadi aktor utama dalam
proses pembelajaran adalah peserta didik dan guru hanyalah aktor pendukung.
Namun, proses
pembelajaran masih sering terlihat proses pembelajaran masih didominasi oleh
guru, guru dipandang sebagai pusat
segala sesuatu. Sementara peserta didik sering dianggap sebagai kertas putih kosong yang harus diisi oleh guru.
Peserta didik dianggap juga sebagai gelas kosong yang harus diisi oleh guru dengan air pengetahuan. Hal ini mengakibatkan susasana belajar
menjadi membosankan dan tidak dapat mengembangkan potensi peserta didik secara
lengkap.
Proses pembelajaran seperti ini telah
mereduksi potensi peserta didik, dan menjauhkan bahkan meniadakan pengalaman
belajar peserta didik yang seharusnya diperoleh di kelas. Konsekuensi logisnya,
hasil belajar peserta didik tidak sesuai harapan atau peserta didik tidak dapat
mencapai kompetensi yang diharapkan dari suatu proses pembelajaran.
Padahal yang seharusnya menjadi pusat
dalam pembelajaran adalah peserta didik. Peserta didiklah yang harus aktif
belajar, yang harus mengkaji atau mengolah bahan dan yang harus memecahkan masalah.
Dalam konteks ini, tugas guru lebih pada merangsang peserta didik belajar,
mendukung, memberi motivasi agar terus belajar, memantau dan mengevaluasi apa
yang ditemukan peserta didik. Tekanan pada mengaktifkan peserta didik, dan
bukan gurunya sendiri yang aktif, atau jadi aktor tunggal. Maka guru tidak
akan senang bila semua peserta didik
diam saja, tunduk, atau tidak kreatif.
Berdasarkan
pengamatan dan pengalaman penulis dalam mengajar matematika selama ini, ada masalah yang nyata, jelas dan mendesak untuk segera diatasi. Masalah tersebut
bermula dari kurangnya kesesuaian metode yang diterapkan dengan materi
yang akan dipelajari, pengetahuan awal peserta didik yang kurang, tidak ada
kerja sama yang bagus antar guru dengan peserta didik begitupun antar peserta
didik yang satu dengan yang lainnya, kurang mampu merumuskan apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan, kurang bisa menghubungkan secara fungsional unsur-unsur yang
diketahui untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi dalam pembelajaran.
Gejala-gejala
yang tampak pada saat proses belajar antara lain: kemampuan menganalisa dan
menyelesaikan soal rendah, peserta didik kurang terampil berpikir dan cenderung
suka mencontoh, peserta didik belum mampu berfikir kritis dan sistematis.
Akibatnya jika diberikan soal-soal yang agak berbeda sedikit dengan contoh yang
diberikan, mereka tidak mampu menyelesaikannya. Hal ini disebabkan peserta
didik belajar hanya dengan mengingat fakta, dan kurang memahami konsep yang
dipelajari.
Oleh
karena itu, guru-guru secara kolaboratif mencoba mencari cara dan menemukan
model pembelajaran yang tepat agar penyebab masalah yang teridentifikasi di
atas dapat segera diatasi. Selanjutnya melalui sebuah diskusi dengan teman
sejawat, penulis mencoba mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: bahwa
mungkin rendahnya hasil belajar matematika disebabkan karena (1) pendekatan
pembelajaran yang diberikan kurang sesuai, (2) metode mengajarnya kurang
bervariasi, (3) keterampilan berpikir peserta didik kurang maksimal (4) tidak ada rasa
tanggung jawab antar peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lain, dan dukungan belajar dari orang
tua dan masyarakat rendah.
Mengingat
masalah di atas jika tidak diselesaikan akan berakibat munculnya
masalah-masalah yang baru seperti peserta didik akan semakin kesulitan menerima
materi pada kelas berikutnya, peluang tidak lulus setelah ujian dan peserta
didik semakin kurang memaknai dan menyenangi pelajaran matematika, maka sejalan
dengan langkah-langkah pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan baik
berupa Dana Bantuan Langsung (DBL) yang disalurkan melalui MGMP Program MERMUTU
(Better Education through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading) maupun usaha peningkatan kualitas
guru melalui pelatihan dan pendidikan bagi guru, penulis berusaha mencari ide
atau gagasan tentang bagaimana cara yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar
matematika yang diperoleh peserta didik.
B.
Perumusan Masalah
1. Identifikasi
Masalah
a. Peserta
didik pasif dalam proses belajar mengajar berlangsung
b. Hasil
belajar peserta didik rendah
c. Meniadakan
pengalaman peserta didik dalam kehidupan
nyata
d. Tidak
ada kolaborasi antara guru dan peserta didik, begitupun antara peserta didik yang satu dengan peserta
didik lainnya.
e. Peserta
didik tidak dapat mengembangkan potensinya
f. Peserta
didik tidak saling berbagi pengalaman dan pengetahuan
2. Alternatif
Pemecahan Masalah
Alternatif
pemecahan masalah yang akan digunakan dalam penelitian tindakan kelas (PTK) ini adalah model pembelajaran kooperatif
type TPS (Think Pair and Share). Melalui model pembelajaran ini
diharapkan hasil belajar
matematika peserta didik dapat meningkat. Implementasi/penerapan
model pembelajaran tersebut akan diteliti secara kolaboratif melalui Penilitian
Tindakan Kelas. Kolaboratif di lakukan oleh peneliti dengan dibantu oleh guru mata pelajaran matematika yang lain.
3. Rumusan
Masalah
a.
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah, “Bagaimana upaya meningkatkan hasil
belajar matematika melalui model pembelajaran Cooperative Learning type TPS (Think Pair and Share) Peserta Didik Kelas VIIA SMP Negeri 2 Biringbulu Kab. Gowa Tahun Pelajaran 2011-2012?
b.
Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil
belajar matematika peserta didik kelas VIIA SMP Negeri 2 Biringbulu Kab. Gowa
tahun pelajaran 2011-2012?
C.
Tujuan Penelitian
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika melalui model pembelajaran kooperatif type TPS (Think Pair and Share) Peserta Didik Kelas VIIA
SMP Negeri 2 Biringbulu Kabupaten Gowa
Tahun Pelajaran 2011-2012?
D.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai
berikut :
1. Hasil belajar peserta
didik kelas VIIA SMP Negeri 2 Biringbulu Kab. Gowa dalam mata pelajaran matem atika meningkat.
2. Merupakan upaya guru dalam
menunjang program pemerintah pusat dalam meningkatkan kemampuan belajar dan
hasil belajar peserta didik, khususnya dalam mata pelajaran matematika.
3. Diharapkan akan mengurangi
adanya peserta didik SMP Negeri 2 Biringbulu Kab. Gowa yang belum tuntas dalam
materi bangun datar yang disebabkan oleh rendahnya nilai matematika.
4. Adanya inovasi model
pembelajaran matematika dari dan oleh guru yang menitikberatkan pada penerapan
model pembelajaran kooperatif type TPS (Think Pair and Share).
5. Bahan informasi bagi guru untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif type TPS (Think Pair and Share).
6. Bahan rujukan bagi peneliti lain yang ingin mengkaji
lebih jauh model pembelajaran kooperatif type TPS (Think Pair and Share).
7. Sebagai latihan untuk menyatukan buah pikiran secara
sistematis dalam bentuk karya tulis ilmiah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Karakteristik Matematika
Menurut Soedjadi (1994:1), meskipun
terdapat berbagai pendapat tentang matematika yang tampak berlainan antara satu
sama lain, namun tetap dapat ditarik ciri-ciri atau karekteristik yang sama,
antara lain: (a) memiliki objek kajian abstrak, (b) bertumpu pada kesepakatan,
(c) berpola pikir deduktif, (d) memiliki symbol yang kosong dari arti, (e) memperhatikan
semesta pembicaraan, (f) konsisten dalam sistemnya.
Matematika
sebagai suatu ilmu memiliki objek dasar yang berupa fakta, konsep, operasi, dan
prinsip. Dari objek dasar itu berkembang menjadi objek-objek lain, misalnya:
pola-pola, struktur-struktur dalam matematika yang ada dewasa ini. Pola pikir
yang digunakan dalam matematika adalah pola pikir deduktif, bahkan suatu
struktur yang lengkap adalah deduktif aksiomatik.
Matematika
sekolah adalah bagian dari matematika yang dipilih, antara lain dengan
pertimbangan atau berorientasi pada kependidikan. Dengan demikian, pembelajaran
matematika perlu diusahakan sesuai dengan kemampuan kognitif peserta didik,
mengkongkritkan objek matematika yang abstrak sehingga mudah difahami peserta
didik. Selain itu sajian matematika sekolah tidak harus menggunakan pola pikir
deduktif semata, tetapi dapat juga digunakan pola pikir induktif, artinya
pembelajarannya dapat menggunakan pendekatan induktif. Ini tidak berarti bahwa
kemampuan berfikir deduktif dan memahami objek abstrak boleh ditiadakan begitu
saja.
B. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran pada hakekatnya adalah
proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi
perubahan perilaku ke arah yang lebih baik (Mulyasa, 2002:100). Dalam
pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan
agar menunjang terjadinya perubahan tingkah laku.
Pembelajaran matematika menurut
Russeffendi (1993:109) adalah suatu kegiatan belajar mengajar yang sengaja
dilakukan untuk memperoleh pengetahuan dengan memanipulasi simbol-simbol dalam
matematika sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku.
Dalam kurikulum 2004 disebutkan
bahwa pembelajaran matematika adalah suatu pembelajaran yang bertujuan:
- Melatih cara berfikir dan
bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan,
eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan
inkonsistensi
- Mengembangkan aktivitas kreatif
yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan
pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan
dugaan, serta mencoba-coba
- Mengembangkan kemampuan
memecahkan masalah
- Mengembangkan kemampuan
menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui
pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan
C.
Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut
Ibrahim, dkk (Taniredja,
2010:57) semua model pembelajaran ditandai adanya struktur tugas,
struktur tujuan, dan struktur penghargaan (reward). Pengertian struktur tugas, struktur tujuan, dan
struktur penghargaan, masing-masing diuraikan sebagai berikut:
a.
Struktur Tugas
Struktur
tugas mengacu kepada dua hal, yaitu pada cara pembelajaran itu diorganisasikan
dan jenis kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik di dalam kelas. Hal ini
berlaku pada pengajaran klasikal maupun pengajaran dengan kelompok kecil. Peserta
didik diharapkan melakukan kegiatan selama pengajaran itu, baik tuntutan
akademik dan sosial terhadap peserta didik pada saat mereka bekerja
menyelesaikan tugas-tugas belajar yang diberikan kepada mereka. Struktur tugas
berbeda sesuai dengan berbagai macam kegiatan yang terlibat di dalam pendekatan
pengajaran tertentu. Sebagai misal,
beberapa pelajaran menghendaki
peserta didik duduk pasif
sambil menerima informasi dari
ceramah guru; pelajaran lain menghendaki peserta didik mengerjakan LKS, dan
pelajaran lain lagi menghendaki diskusi dan berdebat.
b. Struktur Tujuan
Struktur
tujuan suatu pelajaran adalah jumlah saling ketergan-tungan yang dibutuhkan peserta
didik pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Terdapat tiga macam struktur
tujuan yang telah berhasil diidentifikasi, yaitu:
1)
Struktur Tujuan
Individualistik
Struktur tujuan disebut
individualistik jika pencapaian tujuan itu tidak memerlukan interaksi dengan orang
lain dan tidak bergantung pada baik-buruknya pencapaian orang lain. Peserta
didik yakin upaya mereka sendiri untuk mencapai tujuan tidak ada hubungannya
dengan upaya peserta didik lain dalam mencapai tujuan tersebut.
2)
Struktur Tujuan Kompetitif
Struktur tujuan
kompetitif terjadi bila seorang peserta didik dapat mencapai suatu tujuan jika
dan hanya jika peserta didik lain tidak mencapai tujuan tersebut. Dengan
demikian setiap usaha yang dilakukan oleh suatu individu untuk mencapai tujuan
merupakan saingan bagi individu lainnya. Pembelajaran kompetitif ini dapat
diilustrasikan dengan dua orang yang sedang lomba tarik tambang. Keberhasilan
seorang penarik tambang berarti kegagalan bagi penarik tambang lainnya.
3)
Struktur Tujuan Kooperatif
Struktur tujuan kooperatif
terjadi jika peserta didik dapat mencapai tujuan mereka hanya jika peserta
didik lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan tersebut. Tiap-tiap
individu ikut andil menyumbang pencapaian tujuan itu. Peserta didik yakin bahwa
tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika peserta didik lainnya juga
mencapai tujuan tersebut. Pola pencapaian tujuan dalam pembelajaran kooperatif
ini dapat digambarkan seperti dua orang yang memikul balok. Balok akan dapat
dipikul bersama-sama jika dan hanya jika kedua orang tersebut berhasil
memikulnya. Kegagalan salah satu saja dari kedua orang itu berarti kegagalan
keduanya. Demikian pula halnya dengan tujuan yang akan dicapai oleh kelompok peserta
didik tertentu. Tujuan kelompok akan tercapai apabila semua anggota kelompok
mencapai tujuannya secara bersama-sama.
c. Struktur Penghargaan
Struktur
penghargaan untuk berbagai macam model pembelajaran juga bervariasi. Ketiga
macam struktur penghargaan individualistik, kompetitif, dan kooperatif dapat
diuraikan sebagai berikut:
1)
Struktur Penghargaan
Individualistik
Struktur
penghargaan individualistik terjadi bila suatu penghargaan itu bisa dicapai
oleh peserta didik manapun tidak bergantung pada pencapaian individu lain.
Kepuasan berhasil mengangkat barbel 100 kg adalah salah satu contoh struktur
penghargaan individualistik ini.
2)
Struktur Penghargaan
Kompetitif
Struktur
penghargaan kompetitif terjadi bila penghargaan itu diperoleh sebagai upaya
individu melalui persaingannya dengan orang lain. Pemberian nilai berdasar
ranking dalam kelas merupakan contoh struktur penghargaan itu. Begitu pula
halnya dengan penentuan pemenang pada berbagai lomba lain yang bersifat perorangan,
misalnya olah raga tinju, karate, balap sepeda, renang, dan sebagainya.
3)
Struktur Penghargaan
Kooperatif
Struktur
penghargaan kooperatif terjadi bila penghargaan itu diperoleh sebagai upaya,
individu membantu individu lain dalam memperoleh penghargaan. Sebagai contoh
pada pertandingan olah raga beregu seperti sepak bola. Keberhasilan regu
tidaklah akibat dari satu atau dua orang pemain, melainkan karena keberhasilan
bersama anggota regu tersebut.
d. Unsur-Unsur Dasar
Pembelajaran Kooperatif
Ibarihim,
dkk (Taniredja, 2010:60)
mengemukakan bahwa terdapat tujuh unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif
sebagai berikut:
1)
Peserta didik dalam
kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka
"sehidup sepenanggungan bersama"
2)
Peserta didik bertanggung
jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri.
3)
Peserta didik haruslah
melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
4)
Peserta didik haruslah
membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
5)
Peserta didik akan dikenakan
evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua
anggota kelompoknya.
6)
Peserta didik berbagi
kepemimpinan dan mereka
membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajar.
7)
Peserta didik akan diminta
mempertanggung jawabkan secara individual
materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
e.
Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Ibrahim, dkk (Taniredja 2010:60) mengemukakan
bahwa pembelajaran kooperatif
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Peserta didik bekerja
dalam kelompoknya secara
kooperatif untuk menuntaskan
materi belajarnya.
2)
Kelompok dibentuk dari peserta
didik yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
3)
Bilamana mungkin, anggota
kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda.
4)
Penghargaan lebih
berorientasi pada kelompok daripada individu.
f. Tujuan Pembelajaran dan
Hasil Belajar Kooperatif
Menurut
Ibrahim, dkk (Taniredja 2010:60) terdapat
tiga tujuan penting pembelajaran kooperatif, yaitu:
1)
Hasil Belajar Akademik
Meskipun pembelajaran
kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial, pembelajaran kooperatif juga
bertujuan untuk meningkatkan kinerja peserta didik dalam tugas-tugas akademik.
Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu peserta didik
memahami konsep-konsep yang sulit.
2)
Penerimaan Terhadap
Perbedaan Individu
Efek penting yang kedua
dari pembelajaran kooperatif ialah penerimaan yang luas terhadap orang yang
berbeda menurut ras, budaya, klas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan.
Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada peserta didik yang berbeda
latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas
tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargtfan kooperatif,
belajar untuk menghargai satu sama lain.
3)
Pengembangan Keterampilan
Sosial
Tujuan penting ketiga
dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengajarkan kepada peserta didik
keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk
dimiliki di dalam masyarakat dimana banyak pekerjaan orang dewasa yang sebagian
besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain, dan
dimana masyarakat secara budaya semakin beragam.
g.
Sintaks Pembelajaran Kooperatif
Terdapat
enam langkah utama di dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:
1)
Menyampaikan Tujuan dan Memotivasi Peserta didik
Pelajaran dimulai
dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran
tersebut dan memotivasi peserta didik untuk belajar.
2)
Menyajikan Informasi
Guru
menyajikan informasi kepada peserta didik dengan jalan demonstrasi atau lewat
bahan bacaan.
3)
Mengorganisasi Peserta didik
ke Dalam Kelompok-kelompok Belajar dan guru menjelaskan kepada peserta didik
bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar
melakukan transisi secara efisien.
4) Membimbing Kelompok Bekerja dan Belajar
Guru
membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.
5) Evaluasi
Guru
mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil belajarnya.
1)
Memberikan Penghargaan
Guru mencari cara-cara
untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
h.
Lingkungan Belajar dan Sistem Manajemen
Lingkungan
belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh proses demokrasi dan peran
aktif peserta didik dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana
mempelajarinya. Guru menerapkan suatu struktur tingkat tinggi dalam pembentukan
kelompok dan mendefinisikan semua prosedur, namun peserta didik diberi
kebebasan dalam mengendalikan dari waktu ke waktu di dalam kelompoknya. Jika
pembelajaran kooperatif ingin sukses, maka materi pembelajaran harus tersedia
di ruangan guru atau di perpustakaan atau di pusat media. Keberhasilan juga
menghendaki syarat menjauhkan kesalahan, yaitu secara ketat mengelola tingkah
laku peserta didik dalam kerja kelompok.
Pada model
pembelajaran kooperatif (cooperative learning), untuk mencapai hasil
yang maksimal, maka harus diterapkan lima
unsur model pembelajaran kooperatif, yaitu:
a. Saling ketergantungan (interdependensi) yang
bersifat positif.
b.
Tanggung jawab perseorangan tetap harus ditonjolkan.
c.
Adanya tatap muka efektif.
d.
Komunikasi antar anggota kelompok.
e.
Evaluasi proses dilakukan pada setiap kelompok.
D. Pembelajaran Kooperatif
Type TPS (Think-Pair-Share)
Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think-Pair-Share) tumbuh dari penelitian
pembelajaran kooperatif dan mula-mula dikembangkan oleh Frank Lyman dkk dari
Universitas Maryland pada tahun 1985. Model ini merupakan cara efektif untuk
mengubah pola diskursus di dalam kelas. Model ini menantang asumsi bahwa seluru
resitasi dan diskusi perlu dilakukan di dalam seting seluruh kelompok (Ibrahim
dkk, 2000: 26).
Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan
secara eksplisit untuk memberi peserta didik waktu lebih banyak untuk berfikir,
menjawab dan saling membantu satu sama lain. Langkah-langkah dalam model
pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think-Pair-Share) adalah sebagai berikut (Ibrahim
dkk, 2000 : 27)
Tahap-1 : Thinking (berfikir). Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang
berhubungan dengan pelajaran, kemudian peserta didik diminta untuk memikirkan
pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
Tahap-2 : Pairing (berpasangan). Guru meminta peserta didik berpasangan
dengan peserta didik yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya
pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban
jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan
khusu telah diidentifikasi. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk
berpasangan.
Tahap-3 : Sharing (berbagi).
Pada tahap ini, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas
tentang apa yang telah mereka bicarakan. Ini efektif dilakukan dengan cara
bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat
pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis
Penelitian
Jenis penelitian yang
dilaksanakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari dua
siklus yaitu siklus I dan siklus II. Setiap siklus terdiri atas tahap perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observasi) dan evaluasi (evaluation), dan refleksi (reflecting) tindakan pada setiap akhir
siklus untuk tindakan perbaikan.
B.
Lokasi
Dan Subjek Penelitian
Penelitian
ini dilakukan di SMP Negeri 2 Biringbulu Kabupaten Gowa, subjek penelitian
adalah peserta didik kelas VIIA dengan jumlah peserta didik 21 orang
yang terdiri dari 11 orang laki-laki dan 10 orang perempuan. Untuk kegiatan PTK ini dipilih
kelas VIIA. Pemilihan pada kelas VIIA, disebabkan karena peneliti adalah guru
yang mengajar di kelas VIIA.
C.
Faktor
yang Diselidiki
1.
Faktor proses, yaitu
keterlaksanaan pembelajaran matematika dan aktifitas peserta didik dalam proses
pembelajaran.
2.
Faktor hasil, yaitu hasil belajar
matematika peserta didik setiap akhir siklus setelah diterapkan model
pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share).
D.
Instrumen
Penelitian
Instrumen yang digunakan pada
penelitian ini adalah:
1.
Tes
Menggunakan butir soal/instrumen soal untuk mengukur hasil
belajar peserta didik setiap akhir siklus.
2.
Observasi
Menggunakan lembar observasi untuk mengukur tingkat
partisipasi atau keaktifan peserta didik
dalam proses belajar mengajar matematika.
E.
Prosedur
Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester II (Genap)
Tahun Pelajaran 2011-2012 yang dibagi
dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri atas tahap perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observasi) dan evaluasi (evaluation), refleksi (reflecting), dan revisi tindakan pada setiap
akhir siklus untuk tindakan perbaikan.
Siklus I
1. Perencanaan
(Planning)
a.
Melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui standar
kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang akan disampaikan kepada peserta
didik
b.
Membuat rencana pembelajaran kooperatif type TPS (Think
Pair and Share)
c.
Menyiapkan lembar kerja peserta didik (LKS)
d. Membuat lembar
observasi yang akan digunakan dalam siklus penelitian tindakan kelas (PTK).
e.
Menyiapkan
instrumen tes
2. Pelaksanaan
Tindakan
a.
Guru
menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai.
b.
Peserta
didik diminta untuk berpikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru.
c.
Peserta
didik diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan
mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.
d.
Guru
memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya.
e.
Berawal
dari kegiatan tersebut, Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan
dan menambah materi yang belum diungkapkan para peserta didik.
f.
Guru
memberi kesimpulan.
g.
Memberikan
penghargaan
h.
Penutup.
3. Pengamatan
(Observasi)
a. Situasi kegiatan belajar mengajar
b. Keaktifan peserta didik.
4. Evaluasi
Untuk
mengukur hasil belajar peserta didik, maka diberikan evaluasi dengan menggunakan
instrument tes.
5 . Refleksi Tindakan
Pada tahap
refleksi, data yang diperoleh dari hasil evaluasi kemudian dianalisis. Hasil
analisis digunakan untuk merefleksi pelaksanaan tindakan pada siklus tersebut,
dan digunakan untuk merencanakan tindakan pada siklus berikutnya.
Siklus
II
Seperti
halnya pada siklus I, siklus II juga terdiri dari tahap perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observasi) dan evaluasi (evaluation), dan refleksi (reflecting) yang merupakan hasil
refleksi/perbaikan dari siklus I.
1.
Perencanaan (Planning)
Membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil
refleksi pada siklus I
2.
Pelaksanaan
Tindakan
Melaksanakan
kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair
and Share) berdasarkan hasil refleksi pada siklus I.
3.
Pengamatan
(Observasi)
Peneliti dan kolaborator melakukan pengamatan terhadap situasi kegiatan
belajar mengajar, keaktifan peserta didik, kemampuan peserta didik dalam
diskusi, dan hal-hal penting yang seharusnya diamati pada siklus I tapi belum
teramati.
4. Evaluasi
Untuk
mengukur hasil belajar peserta didik, maka diberikan evaluasi dengan menggunakan
instrument tes berdasarkan hasil refleksi pada siklus I.
5 . Refleksi Tindakan
Melakukan
refleksi terhadap pelaksanaan siklus II dan menganalisis untuk membuat
kesimpulan atas pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share) dalam peningkatan hasil
belajar matematika.
F.
Tehnik
Pengumpulan Data
1.
Data tentang hasil belajar peserta didik akan dikumpulkan
melalui butir-butir soal.
2.
Data tentang partisipasi atau keaktifan peserta didik dalam
proses belajar mengajar dikumpulkan melalui lembar observasi.
G.
Tehnik
Analisis Data
Data yang terkumpul pada setiap siklus penelitian ini dianalisis secara
deskriptif dengan perhitungan persentase. Teknik ini digunakan untuk memperoleh
gambaran umum mengenai hasil belajar peserta didik, yang akan dikategorikan ke
dalam klasifikasi tinggi, sedang dan rendah.
H.
Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam penelitian
tindakan kelas ini adalah "Peningkatan hasil belajar matematika melalui
penerapan pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share)". Dengan
berdasar pada skor rata-rata hasil belajar menurut ketentuan Depdiknas peserta
didik dikatakan tuntas belajar apabila memperoleh skor minimal 65 % dari skor
ideal, dan tuntas secara klasikal apabila 85 % dari jumlah peserta didik telah tuntas
belajar.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Deskripsi Hasil Tindakan
I. Siklus
Pertama
Siklus I terdiri atas tahap
perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observasi) dan evaluasi (evaluation), refleksi (reflecting).
1.
Perencanaan
(Planning)
a.
Melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui standar
kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang akan disampaikan kepada peserta
didik
b.
Membuat rencana pembelajaran cooperative learning type TPS
(Think Pair and Share)
c.
Menyiapkan lembar kerja peserta didik (LKS)
d.
Membuat lembar observasi yang digunakan dalam siklus
penelitian tindakan kelas (PTK).
e. Menyiapkan instrumen tes
2. Pelaksanaan
Tindakan
Siklus I dilaksanakan selama 4
(empat) kali pertemuan untuk proses pembelajaran, dan 1 (satu) kali untuk
pelaksanaan tes siklus I dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think
Pair and Share) Pada awal pertemuan guru membentuk kelompok. Kelompok dibentuk
dari kemampuan peserta didik yang heterogen, jenis kelamin yang berbeda. Guru
memotivasi peserta didik, menyampaikan tujuan pembelajaran sekaligus menyajikan
informasi (materi) melalui bahan bacaan. Setelah bahan bacaan dibagi pada
masing-masing kelompok, kemudian dilanjutkan dengan guru mendemonstrasikan
pelajaran, membagi soal kepada masing-masing kelompok untuk didiskusikan.
Pada proses berlangsungnya diskusi,
guru betul-betul memantau setiap kelompok, membimbing, mengarahkan dan
menjelaskan materi yang belum dimengerti/dipahami, dalam hal ini guru
menekankan pentingnya kerjasama dan kekompakan karena penilaian lebih
menekankan kepada kelompok bukan pada individu, kegagalan salah satunya akan
berdampak pada kelompoknya.
Untuk mengevaluasi hasil kerja
masing-masing kelompok guru memberikan beberapa pertanyaan dan menunjuk salah
satu anggota untuk mewakili kelompoknya mempresentasikan hasil diskusi dan
kelompok yang lain memberikan tanggapan umpan balik terhadap jawaban peserta
didik.
Memberikan penghargaan pada akhir
pertemuan atas hasil kerja peserta didik baik individu maupun kelompok, peserta
didik diberi kuis dan PR (pekerjaan rumah) secara individu yang hasilnya akan
digabungkan ke dalam penilaian secara kelompok berdasarkan skor perkembangan
yang diperoleh peserta didik tiap akhir pertemuan, untuk menentukan penghargaan
tim.
3. Observasi
dan Evaluasi
Di awal
pertemuan siklus I, proses pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair And
Share) peserta didik belum bisa mengikuti model pembelajaran ini dengan baik,
hal ini disebabkan peserta didik belum terbiasa dengan model pembelajaran ini.
Persentase
rata-rata aktivitas peserta didik selama pelaksanaan siklus I, yaitu: (1) peserta
didik yang bertanya materi yang belum dimengerti sebesar 12,49%, (2) kehadiran
peserta didik 98,93%, (3) persentase peserta didik yang mengajukan diri untuk
menjawab pertanyaan 24,16%, (4) jumlah peserta didik yang mengerjakan PR (Pekerjaan
Rumah) 69,16 %, (5) jumlah persentase peserta didik yang memberikan tanggapan
sebesar 6,66%, (6) jumlah peserta didik yang menjawab soal dengan benar 72,61%,
(7) kelompok yang mengerjakan LKS dengan benar 79,54%, (8) peserta didik yang
mempresentasikan hasil diskusi 35,71%.
Pada
lembar observasi dicatat pula persentase dari kegiatan peserta didik yang
melakukan aktivitas lain selama berlangsungnya proses pembelajaran, yaitu: (1)
peserta
didik yang menganggu teman sebesar 5,92%, (2) persentase peserta didik yang
keluar masuk 0%, (3) persentase peserta didik yang ribut sebesar 4,76%.
Hasil analisis
untuk tes siklus I dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika peserta
didik kelas VIIA SMP Negeri 2 Biringbulu Kabupaten Gowa setelah dilakukan
tindakan pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share) dengan
rata-rata 65,48 dari 21 peserta didik. Nilai tertinggi 90 dan nilai terendah
40, terdapat 9 peserta didik termasuk dalam kategori belum tuntas dan 12
termasuk dalam kategori tuntas, berarti terdapat 9 orang yang perlu perbaikan
karena belum mencapai kriteria ketuntasan belajar dan ketuntasan secara
klasikal belum mencapai 85%.
4.
Refleksi
Pada awal pertemuan 1 dan 2
sebagian peserta didik belum dapat mengikuti model pembelajaran ini dengan
baik, hal ini disebabkan peserta didik belum terbiasa dan masih perlu adaptasi.
Dari hasil pengamatan sering terjadi keributan terutama di dalam pembagian
kelompok. Proses berlangsungnya diskusi kelompok, sering terjadi keributan
anggota kelompok masuk kedalam kelompok yang lain, sering menganggu kelompok
lain sedangkan proses jalannya diskusi untuk menyelesaikan masalah yang
diberikan umumnya belum bisa melakukan diskusi, hanya peserta didik yang
mempunyai kemampuan tinggi yang berperan aktif, sedangkan yang lainnya hanya
mengharapkan atau menunggu, ini disebabkan karena belum ada kekompakan dan
kerja sama belum terjalin.
Sifat keegoisan dan persaingan
individu masih terlihat di dalam diskusi peserta didik yang pintar tidak mau
berbagi pengetahuan dan cenderung bekerja sendiri-sendiri. Banyak peserta didik
tidak aktif dalam diskusi kelompok, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk
berdiskusi menjadi lama. Namun setelah berkali-kali di ingatkan bekerjasama seperti
yang diinginkan dalam pembelajaran kooperatif, peserta didik mulai mengerti
tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Peserta didik yang pintar dan egois
sudah bisa berbagi pengalaman, membimbing dan membantu peserta didik yang
kurang bisa di dalam diskusi kelompok, sedangkan peserta didik yang tadinya
pasif sudah bisa berperan aktif dalam diskusi apabila tidak bisa berperan aktif
dalam diskusi karena penilaian berorientasi pada keberhasilan kelompok bukan
pada individu sehingga kegagalan salah satunya akan berdampak pada keberhasilan
kelompok.
Dengan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe TPS (Think Pair And Share) ada beberapa hal yang mengalami
peningkatan secara signifikan terutama keberanian peserta didik untuk tampil
menjadi yang terbaik, ini terlihat antusias peserta didik mengerjakan tugas,
baik yang diselesaikan secara kelompok maupun secara individu, banyaknya peserta
didik yang mengajukan diri untuk mengerjakan soal di papan tulis.
II. Siklus
Kedua
Tahap-tahap tindakan pada
siklus II sama pada siklus I yaitu terdiri atas tahap perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observasi) dan evaluasi (evaluation), refleksi (reflecting) dan merupakan refleksi dari
siklus I
1.
Perencanaan
(Planning)
a.
Melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui standar
kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang akan disampaikan kepada peserta
didik
berdasarkan hasil refleksi pada siklus I.
b.
Membuat rencana pembelajaran cooperative learning type TPS
(Think Pair and Share)
c.
Menyiapkan lembar kerja peserta didik (LKS)
d.
Membuat lembar observasi yang digunakan dalam siklus
penelitian tindakan kelas (PTK).
e. Menyiapkan instrumen tes
2.
Pelaksanaan Tindakan.
Aktivitas yang
dilakukan pada siklus II merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan siklus I.
Pelaksanaan siklus II dilaksanakan sebagai perbaikan dari siklus sebelumnya
dengan melakukan tindakan-tindakan yang didasari oleh hasil observasi/evaluasi
dan refleksi. Pelaksanaan siklus II berlangsung 3 kali pertemuan, 2 kali pertemuan sebagai proses pembelajaran,
1 kali pertemuan untuk pelaksanaan tes siklus II. Adapun perbaikan dari
pelaksanaan siklus II
yaitu:
a. Peserta
didik belum terbiasa berdiskusi
Solusi perbaikannya yaitu
terselesaikan dengan sendirinya dari pertemuan ke pertemuan berikutnya.
b. Jalannya
diskusi didominasi oleh peserta didik yang berkemampuan tinggi.
Solusi perbaikannya menekankan
kepada peserta didik bahwa penilaian berorientasi pada kelompok bukan individu.
c. Ada
beberapa peserta didik yang memanfaatkan diskusi untuk menyelesaikan soal yang
diberikan.
Solusi perbaikannya yaitu
memberikan tes disetiap akhir pembelajaran sehingga peserta didik harus
betul-betul paham dan mengerti materi.
d. Peserta
didik ribut
Solusi perbaikannya memberikan
sanksi berupa pengurangan nilai.
e. Kekompakan
dan kerja sama belum terjalin.
Solusi perbaikannya yaitu
memberikan penghargaan terhadap kelompok yang mempunyai kinerja yang bagus.
3.
Observasi dan Evaluasi.
Pada siklus II
terlihat peserta didik mulai bisa beradaptasi. Kerjasama sudah mulai
terorganisasi dengan baik, peserta didik termotivasi untuk belajar. Persentase
rata-rata aktivitas peserta didik selama pelaksanaan siklus II, yaitu: (1) peserta
didik yang bertanya materi yang belum dimengerti sebesar 33,33%, (2) kehadiran
peserta didik 100%, (3) persentase peserta didik yang mengajukan diri untuk
menjawab pertanyaan 52,38%, (4) jumlah peserta didik yang mengerjakan PR (Pekerjaan
Rumah) 100 %, (5) jumlah persentase peserta didik yang memberikan tanggapan
sebesar 73,80%, (6) jumlah peserta didik yang menjawab soal dengan benar 100%, (7)
kelompok yang mengerjakan LKS dengan benar 95,45%, (8) peserta didik yang
mempresentasikan hasil diskusi 52,38%.
Peserta didik
yang melakukan kegiatan lain pada proses pembelajaran seperti menganggu teman
sebesar 0%, persentase peserta didik yang keluar masuk 0%, persentase peserta
didik yang ribut sebesar 0%.
Skor rata-rata hasil belajar
matematika sebesar 78,09%, hal ini berarti ketuntasan belajar secara klasikal sudah
tercapai. Jumlah peserta didik yang tuntas belajar 11 orang dari 21 0rang atau
57,15% tuntas dan 42,85 belum tuntas. (1) peserta didik yang hadir pada proses
pembelajaran 100%, (2) peserta didik yang bertanya materi yang belum dimengerti
14,99%, (3) peserta didik yang mengajukan diri mengerjakan soal di papan
tulis 41,66%, (4) semangat dan keberanian peserta didik mengerjakan soal di
papan tulis dengan benar 16,66%, (5) peserta didik yang memberikan tanggapan
jawaban dari peserta didik lain 23,33%, (6) peserta didik yang mengerjakan PR
100 %.
Hasil analisis untuk tes siklus II
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika peserta didik kelas VIIA SMP
Negeri 2 Biringbulu Kabupaten Gowa setelah dilakukan penerapan pembelajaran
kooperatif tipe TPS (Think Pair and
Share) dengan rata-rata 78,09 dari 21 peserta didik. Nilai tertinggi 95 dan
nilai terendah 50, terdapat 1 peserta didik termasuk dalam kategori belum
tuntas dan 20 termasuk dalam kategori tuntas, jadi 95,24% peserta didik tuntas belajar. Berarti ketuntasan secara
klasikal telah tercapai, yaitu minimal 85% peserta didik telah tuntas belajar.
4.
Refleksi.
Siklus II berlangsung sebanyak 3
kali, termasuk pelaksanaan tes siklus. Pada siklus II peserta didik sudah bisa
melaksanakan proses pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share). Kerjasama mulai terorganisasi
dengan baik sehingga kegiatan diskusi kelompok terlihat kompak dan berlangsung
tertib peserta didik langsung duduk bergabung ke dalam kelompok sehingga
suasana yang biasanya ribut dan menyita banyak waktu mulai berkurang.
Proses jalanya diskusi yang
sebelumnya didominasi oleh peserta didik yang berkemampuan tinggi dan egois
tidak lagi bekerja sendiri-sendiri mereka sudah menyadari tentang perannya di
dalam diskusi kelompok, begitu pula peserta didik yang selama pelaksanaan
siklus I hanya pasif dan sifatnya menunggu sudah mulai aktif.
Antusias selama pelaksanaan siklus
II mengalami perubahan dari setiap pertemuan, keberanian peserta didik
mengajukan diri untuk mengerjakan soal di papan tulis mengalami peningkatan.
Hal ini tidak terlepas dari kesadaran dan tanggung jawab yang diberikan
masing-masing peserta didik untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.
Hasil pengamatan ini, memberikan
indikasi bahwa prinsip pembelajaran kooperatif seperti bekerjasama, saling
ketergantungan yang positif dapat terpenuhi dan peserta didik lebih dahulu
berdiskusi sesama teman untuk menyelesaikan suatu permasalahan sebelum
menanyakan kepada guru. Dalam pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share), masing-masing kelompok
mendiskusikan permasalahan-permasalahan untuk satu topik tertentu, dan setelah
tercapai tujuan, salah seorang peserta didik tersebut mempersentasekan hasil
kerja kelompoknya di papan tulis. Hal ini sesuai dengan pandangan teori
elaborasi, bahwa salah satu cara elaborasi yang paling efektif adalah
menjelaskan materi pada orang lain.
Walaupun demikian masih ada kendala
yang ditemukan, yaitu (1) ada beberapa peserta didik selama proses pembelajaran
berlangsung baik siklus I maupun siklus II yang tergolong peserta didik
berkesulitan belajar, (2) ada juga peserta didik memanfaatkan diskusi kelompok
untuk mendapatkan jawaban, sehingga peserta didik tersebut hanya mengejar untuk
dapat menyelesaikan tugas tanpa memahami apa yang dikerjakan. Secara umum dapat
disimpulkan adanya perubahan yang terjadi pada diri peserta didik, baik dari
segi keaktifan, keterampilan sosial, dan juga peningkatan hasil belajar.
B. Pembahasan
Dari
hasil pengamatan yang dilakukan baik selama pelaksanaan siklus I dan siklus II
proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think
Pair and Share) memberikan banyak perubahan yang terjadi dari peserta didik.
Sebelum diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share),
peserta didik sering dijadikan objek pembelajaran hanya duduk mendengarkan
ceramah dari guru, tanpa berusaha mencari dan memahami sendiri pelajaran, dan
ketika diberikan suatu masalah mereka tidak mampu memecahkan masalah itu.
Selama
pelaksanaan kegiatan proses pembelajaran terlihat tumbuhnya motivasi diri dari peserta
didik untuk mengikuti mata pelajaran, hal ini disebabkan adanya penghargaan
yang diberikan bagi setiap kelompok yang paling bagus, baik dari segi
kekompakan dan adanya perlakuan yang sama terutama di dalam penilaian karena
penilaian lebih berorientasi pada kelompok bukan individu, serta pemberian kuis
yang membuat peserta didik berlomba-lomba untuk tampil di papan tulis.
Di
awal-awal pertemuan banyak kendala-kendala yang dihadapi sampai diakhir
pelaksanaan proses pembelajaran siklus I. Maka perbaikan-perbaikan segera
dilakukan untuk membenahi pada siklus berikutnya dengan mengacu pada refleksi
siklus I. Pada siklus II kendala-kendala yang dihadapi di siklus I sudah bisa
teratasi, tidak ada lagi peserta didik yang ribut, mengganggu teman, bingung
mencari dimana kelompoknya. Peserta didik yang tadinya pasif sudah mulai aktif,
peserta didik yang pintar sudah bisa menerima adanya perbedaan.
Berdasarkan
hasil pelaksanaan pembelajaran selama dua siklus, dapat diungkapkan beberapa
kelebihan dari pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair And Share).
Kelebihan tersebut adalah (1) meningkatkan motivasi peserta didik untuk
belajar, (2) meningkatkan kerjasama secara kooperatif antar peserta didik, (3) peserta
didik mempunyai kesempatan lebih banyak untuk membangun pengetahuannya sendiri,
(4) peserta didik dapat melakukan suatu kegiatan diantaranya, menjelaskan
materi kepada teman-temannya dan merangkum materi yang telah dipelajarinya, (5) meningkatkan penguatan sosial antar peserta
didik dalam kelompok, (6)
meningkatkan aktivitas peserta didik untuk belajar, (7) mengurangi
kecenderungan guru untuk mendominasi kegiatan pembelajaran.
Hasil
tes juga mengalami peningkatan sebelum dilaksanakan model pembelajaran
kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share) dalam bentuk penelitian tindakan
kelas, nilai rata-rata hasil ulangan matematika pada semester genap hanya
mencapai 60 mengalami peningkatan pada siklus I menjadi 65 dan pada akhir tes
siklus II menjadi 78. Selain terjadi peningkatan hasil belajar tercatat
sejumlah perubahan-perubahan terutama dari segi motivasi dan perubahan sikap.
Perubahan-perubahan yang dimaksud adalah (1) keaktifan peserta didik dalam
proses belajar mengajar mengalami peningkatan terlihat dari peserta didik yang
bertanya materi yang belum dimengerti sebesar 12,49% pada siklus I meningkat
menjadi 14,99% pada siklus II, (2) kehadiran peserta didik pada siklus I 98,93%
menjadi 100% pada siklus II, (3) persentase peserta didik yang mengajukan
tangan untuk menjawab pertanyaan mengalami peningkatan dari 24,16% pada siklus
I menjadi 41,66% pada siklus II, (4) jumlah peserta didik yang mengerjakan PR
(Pekerjaan Rumah) pada siklus I 69,16 % menjadi 100% pada siklus II dan (5) jumlah
persentase peserta didik yang memberikan tanggapan sebesar 6,66% pada siklus I
meningkat menjadi 23,33% pada siklus II (6) jumlah peserta didik yang menjawab
soal dengan benar meningkat dari 72,61% pada siklus I menjadi 100% pada siklus
II (7) kelompok yang mengerjakan LKS dengan benar dari 79,54 pada siklus I
menjadi 95,45 pada siklus II (8) peserta didik yang mempresentasikan hasil
diskusi 35,71% pada siklus I menjadi 52,38% pada siklus II.
Peserta
didik yang melakukan kegiatan lain pada proses pembelajaran mengalami
penurunan. Hal ini terlihat dari persentase aktivitas peserta didik yang
menganggu teman sebesar 5,92% pada siklus I mengalami penurunan menjadi 0% pada
siklus II, persentase peserta didik yang keluar masuk 0% pada siklus I dan sama
0% pada siklus II, persentase peserta didik yang ribut sebesar 4,76% pada
siklus I menurun menjadi 0% pada siklus II.
Skor
rata-rata hasil belajar matematika pada siklus I sebesar 65,48 mengalami
peningkatan sebesar 12,61% menjadi 78,09 pada siklus II. Pada siklus I
ketuntasan belajar secara klasikal belum tercapai, sedang pada siklus II
ketuntasan belajar secara klasikal sudah tercapai dari 85% jumlah peserta didik
yang telah tuntas belajar. Pada siklus I hanya 57,2%, sedang pada siklus II
ketuntasan belajar secara klasikal mencapai 95,24%.
BAB V
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Melalui penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share) dapat meningkatkan aktivitas peserta didik kelas VIIA SMP Negeri 2 Biringbulu Gowa dalam belajar
matematika.
2. Melalui model pembelajaran kooperatif
tipe TPS (Think Pair and Share) dapat
meningkatkan hasil belajar matematika peserta didik kelas VIIA SMP Negeri 2 Biringbulu Gowa.
B. Saran
1.
Guru
matematika harus dapat mengemas proses pembelajaran yang menyenangkan namun
tetap menantang.
2.
Guru
harus kreatif, inovatif dan selalu meningkatkan profesionalisnya.
3. Salah satu inovasi proses
pembelajaran dalam rangka mengoptimalkan hasil belajar matematika dan
meningkatkan keterampilan peserta didik adalah dengan menerapkan model
pembelajaran model
pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair and Share) dalam pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi,
Abu and Supriono, Widodo. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Erman, S. 2003. Asesmen
Proses dan Hasil dalam Pembelajaran Matematika. Bandung: BPG Depdiknas.
Kunandar. 2010. Langkah-Langkah
Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta:
PT. Rajawali Pers.
Mendiknas. 2008. Materi
Pelatihan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas
Muslikah. 2010. Sukses Profesi Guru Dengan Penelitian
Tondakan Kelas. Yogyakarta: Interprebook.
Mustaqim,
Abdul Wahid. 1991. Psikologi Pendidikan :
PT. Rieka Cipta
Riduan. 2010. Metode
Dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.
Sudijuno, Anas. 2009. Pengantar Statistik Pemdidikan. Jakart: Rajawali Pers.
Sugiyono.
2008. Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: Alfabeta.
Syah,
Muhibbin. 2006. Psikologi Belajar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Taniredja, Tukiran. dkk. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Alfabeta.